Mendung kembali menyelimuti
perumahan elite tingkat kecamatan di mana ia menghabiskan sisa hidupnya di
dunia. Berhari-hari, atau mungkin hampir setahun ini hujan terus membasahi
keringnya jiwa-jiwa manusia yang menghuni gubuk-gubuk penuh amarah. Selaras
dengan itu, mentaripun enggan menampakkan dirinya di hadapan topeng-topeng
kemunafikan yang menyesakkan bumi. Mungkin planet ini sudah terlalu panas oleh
keserakahan penghuninya, sehingga mentari merasa tak perlu lagi menjadi
penghangat makhluk yang biasa disebut manusia. Sayangnya, flora dan fauna yang
tak berdosa turut serta menjadi korban kebengisan hati-hati kotor bagai sampah
yang membusuk. Sungguh ironi.
Brukkkkkkkk. “Arggggg sakitnya,
merah dan pasti lebam kepala ini”. Panggil saja ia Verdi. Seorang mahasiswa
Teknik Instrumentasi, yang kini masih semester dua sebuah Politeknik Negeri di
Jawa Timur ini menubruk rombongan kambing yang tengah berjalan santai di gang
buntu depan rumahnya. Olokan dan hinaan terlontar dari bibir dowernya untuk
kambing-kambing itu. Padahal jelas saja tragedi tabrakan itu murni
kesalahannya. Bayangkan saja, di gang perumahan yang sempit dan jalannya yang
tak layak dilewati ia berkendara sepeda motor dengan kecepatan hampir 80 km per
jam, dasar anak stress. Dipikir ini arena balapan. Sampai-sampai puluhan
kambing yang tengah asyik menikmati perjalanan menuju ‘pusat perbelanjaan
hewan’ ditabraknya. Sialnya, justru dirinya yang nyungsep hingga ke bibir
jalan. Hahaha, lucu sekali melihat anak 19 tahun yang beperawakan setinggi
tiang listrik dan beralis tebal ini mengerang kesakitan dan diserbu kambing
yang tengah berhamburan tak karuan.
Setiba di rumah, mahasiswa yang
cukup rajin dan aktif di kampus ini langsung merebahkan tubuh jangkungnya di
kasur. Terdengar lirih namun cukup jelas rintihannya. Mungkin ada luka lebam
yang membuat ia kesakitan. Jelas saja, jalan aspal yang dipenuhi batu sempat
mampir di sekitar kaki laki-laki bermata indah ini. Untung saja hanya mampir
sebentar, jika batu itu betah dan berniat menggoreskan luka parah di tubuhnya
bagaimana? Mungkin dirinya akan semakin membenci rombongan kambing itu.
Perlahan namun pasti, matanya tertutup. Dan sekarang, ia mungkin tengah
menempuh perjalanan jauh ke dunia mimpi. ZzZzzZzz -.-
Kerlipan bintang yang mulai lelah
menyinari malam, bulanpun nyatanya enggan menampakkan parasnya yang elok.
Rasanya masih terasa hembusan nafas yang memenuhi rongga dada, namun terasa
sungguh sesak. Berat, sangat berat melebihi apapun. Sekelebat cahaya putih
menyelinap. Serasa melayang menuju ruang tak berpenghuni. Nafas kian memburu,
jantung berdegup lebih cepat daripada seharusnya. Seperti ujung kaki terasa
aneh. Ada tarikan kuat yang memaksa jiwa terlepas dari raga. Sungguh itu sangat
terasa. Namun entah mengapa semua terjadi hanya sekejap saja. Tak lebih dari
satu kedipan mata. Verdi terbangun oleh nada dering telepon genggamnya, ada
satu pesan masuk dari sang kekasih. Masih sedikit kurang sadar dan kebingungan,
ia pun membalas dan mulai bercerita kepada perempuan yang ia sayangi itu.
“iya sayang, tadi sepertinya nyawaku
mau dicabut tapi nggak jadi cuma sampai ujung kaki saja, terus nggak jadi”
Begitu ceritanya pada kekasihnya. “loh kok bisa gitu sayang, aneh-aneh saja
kamu ini”. Perempuan itu merespon cerita Verdi dengan sedikit ragu, karena
logikanya apa itu bisa terjadi, aneh memang. Verdi yakin, ketika ia tertidur
ada malaikat yang ingin mengambil nyawanya namun urung terjadi. Ia kembali
terbangun kala kekasihnya mengirim pesan singkat untuknya. Namun apakah mungkin
malaikat itu salah alamat?
Terkadang usia manusia memang tak
bisa diprediksi. Satu jam lagi, bahkan sedetik ke depan kita tak pernah tahu
takdir Tuhan terhadap hidup ini. Yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha
menjalani hidup sebaik mungkin, tentu saja dengan menjalankan segala
perintahNya dan menjauhi laranganNya. Niscaya Tuhan akan membalas tindak tanduk
kita di alam keabadian, akhirat. Namun sungguh, malaikat bukanlah manusia yang penuh
khilaf dan dosa bahkan sampai salah alamat mencabut nyawa. Ini bisa jadi
pertanda bagi Verdi dan seluruh manusia di bumi ini, bahwa suatu saat akan tiba
saatnya kita akan kembali pada Tuhan. Tuhan Maha Mengetahui, Tuhan semesta alam
yang Maha Perkasa. Maka, yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan diri agar
apabila tiba saatnya kita sudah punya cukup bekal untuk menghadap Tuhan semoga
saja!
Gresik, July 24th 2013
Terinspirasi dari kisah Verman Dwi Suryadany
by:
Hidayatul Ilmiah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar