Sabtu, 01 Februari 2014

HAI MALAIKAT, MUNGKIN KAU SALAH ALAMAT!


 

Mendung kembali menyelimuti perumahan elite tingkat kecamatan di mana ia menghabiskan sisa hidupnya di dunia. Berhari-hari, atau mungkin hampir setahun ini hujan terus membasahi keringnya jiwa-jiwa manusia yang menghuni gubuk-gubuk penuh amarah. Selaras dengan itu, mentaripun enggan menampakkan dirinya di hadapan topeng-topeng kemunafikan yang menyesakkan bumi. Mungkin planet ini sudah terlalu panas oleh keserakahan penghuninya, sehingga mentari merasa tak perlu lagi menjadi penghangat makhluk yang biasa disebut manusia. Sayangnya, flora dan fauna yang tak berdosa turut serta menjadi korban kebengisan hati-hati kotor bagai sampah yang membusuk. Sungguh ironi.
            Brukkkkkkkk. “Arggggg sakitnya, merah dan pasti lebam kepala ini”. Panggil saja ia Verdi. Seorang mahasiswa Teknik Instrumentasi, yang kini masih semester dua sebuah Politeknik Negeri di Jawa Timur ini menubruk rombongan kambing yang tengah berjalan santai di gang buntu depan rumahnya. Olokan dan hinaan terlontar dari bibir dowernya untuk kambing-kambing itu. Padahal jelas saja tragedi tabrakan itu murni kesalahannya. Bayangkan saja, di gang perumahan yang sempit dan jalannya yang tak layak dilewati ia berkendara sepeda motor dengan kecepatan hampir 80 km per jam, dasar anak stress. Dipikir ini arena balapan. Sampai-sampai puluhan kambing yang tengah asyik menikmati perjalanan menuju ‘pusat perbelanjaan hewan’ ditabraknya. Sialnya, justru dirinya yang nyungsep hingga ke bibir jalan. Hahaha, lucu sekali melihat anak 19 tahun yang beperawakan setinggi tiang listrik dan beralis tebal ini mengerang kesakitan dan diserbu kambing yang tengah berhamburan tak karuan.
            Setiba di rumah, mahasiswa yang cukup rajin dan aktif di kampus ini langsung merebahkan tubuh jangkungnya di kasur. Terdengar lirih namun cukup jelas rintihannya. Mungkin ada luka lebam yang membuat ia kesakitan. Jelas saja, jalan aspal yang dipenuhi batu sempat mampir di sekitar kaki laki-laki bermata indah ini. Untung saja hanya mampir sebentar, jika batu itu betah dan berniat menggoreskan luka parah di tubuhnya bagaimana? Mungkin dirinya akan semakin membenci rombongan kambing itu. Perlahan namun pasti, matanya tertutup. Dan sekarang, ia mungkin tengah menempuh perjalanan jauh ke dunia mimpi. ZzZzzZzz -.-
            Kerlipan bintang yang mulai lelah menyinari malam, bulanpun nyatanya enggan menampakkan parasnya yang elok. Rasanya masih terasa hembusan nafas yang memenuhi rongga dada, namun terasa sungguh sesak. Berat, sangat berat melebihi apapun. Sekelebat cahaya putih menyelinap. Serasa melayang menuju ruang tak berpenghuni. Nafas kian memburu, jantung berdegup lebih cepat daripada seharusnya. Seperti ujung kaki terasa aneh. Ada tarikan kuat yang memaksa jiwa terlepas dari raga. Sungguh itu sangat terasa. Namun entah mengapa semua terjadi hanya sekejap saja. Tak lebih dari satu kedipan mata. Verdi terbangun oleh nada dering telepon genggamnya, ada satu pesan masuk dari sang kekasih. Masih sedikit kurang sadar dan kebingungan, ia pun membalas dan mulai bercerita kepada perempuan yang ia sayangi itu.
            “iya sayang, tadi sepertinya nyawaku mau dicabut tapi nggak jadi cuma sampai ujung kaki saja, terus nggak jadi” Begitu ceritanya pada kekasihnya. “loh kok bisa gitu sayang, aneh-aneh saja kamu ini”. Perempuan itu merespon cerita Verdi dengan sedikit ragu, karena logikanya apa itu bisa terjadi, aneh memang. Verdi yakin, ketika ia tertidur ada malaikat yang ingin mengambil nyawanya namun urung terjadi. Ia kembali terbangun kala kekasihnya mengirim pesan singkat untuknya. Namun apakah mungkin malaikat itu salah alamat?
            Terkadang usia manusia memang tak bisa diprediksi. Satu jam lagi, bahkan sedetik ke depan kita tak pernah tahu takdir Tuhan terhadap hidup ini. Yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha menjalani hidup sebaik mungkin, tentu saja dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya. Niscaya Tuhan akan membalas tindak tanduk kita di alam keabadian, akhirat. Namun sungguh, malaikat bukanlah manusia yang penuh khilaf dan dosa bahkan sampai salah alamat mencabut nyawa. Ini bisa jadi pertanda bagi Verdi dan seluruh manusia di bumi ini, bahwa suatu saat akan tiba saatnya kita akan kembali pada Tuhan. Tuhan Maha Mengetahui, Tuhan semesta alam yang Maha Perkasa. Maka, yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan diri agar apabila tiba saatnya kita sudah punya cukup bekal untuk menghadap Tuhan semoga saja!


Gresik, July 24th 2013
 Terinspirasi dari kisah Verman Dwi Suryadany
by:
Hidayatul Ilmiah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar