Hidayatul Ilmiah
122074044
PB 2012
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Surabaya
Perkembangan
drama dari waktu ke waktu tentu bergantung pada penikmat drama itu sendiri.
Drama dahulu tentu tak sama dengan drama saat ini. Perbedaan itu dapat dilihat
dari struktur, bahasa, gaya panggung, aliran, dan sebagainya. Berbicara tentang
aliran, ada beberapa jenis aliran drama. Menurut Bintang Angkasa Putra dalam
bukunya yang berjudul Drama Teori dan Pementasan, ada 9 jenis aliran drama.
Berikut penjabaran dari kesembilan jenis aliran tersebut:
1.
Aliran Klasik
Aliran
yang tunduk pada aturan-aturan yang bersifat konvensional
2.
Aliran Neo Klasik
Aliran
yang berkonsep sebab akibat
3.
Aliran Romantisme
Aliran
yang jalan ceritanya bersifat fantastis
4.
Aliran Realisme
Aliran
yang menggambarkan cerita bersifat nyata
5.
Aliran Simbolisme
Aliran
yang menyajikan cerita tentang adanya kenyataan lain di balik kenyataan yang
tampak
6.
Aliran Ekspresionisme
Aliran
drama yang lebih menonjolkan faktor kejiwaan para tokoh daripada penggambaran
kejadian
7.
Aliran Naturalisme
Aliran
yang hampir sama dengan aliran realisme, hanya saja lebih menekankan pada unsur
fisik alam
8.
Aliran Eksistensialisme
Aliran
yang menekankan pada penggambaran tokoh sebagai individu yang bertanggung jawab
atas dirinya sendiri dan memiliki kemauan dan kebebasan
9.
Aliran Absurd
Aliran
yang menceritakan tentang tidak adanya kebenaran mutlak dalam hidup ini.
Aliran-aliran
drama yang telah dipaparkan di atas tentu memiliki ciri atau karakteristik
sendiri. Begitu pula dengan naskah drama anak “Kerajaan Lebah” karya Aga Shakti
Kristian. Drama yang terbagi menjadi 3 kejadian ini mengisahkan tentang
kehidupan di kerajaan lebah. Bagian pertama, menceritakan tentang raja lebah dan pengawalnya; bagian kedua tentang
pemimpin lebah perampok dan anak buahnya; serta bagian terakhir mengenai lebah
pekerja. Meskipun konflik yang dituangkan dalam drama ini hanya satu, yakni
semua lebah ingin hiburan, namun drama anak yang terdiri dari 76 percakapan ini
cukup kreatif. Selain inti percakapan yang menarik, juga dapat ditemukan dua
aliran dalam drama ini, yakni aliran simbolisme dan realisme.
Aliran simbolisme adalah drama yang
menggunakan lambang atau simbol. Artinya bahwa drama aliran ini, banyak memakai
perumpamaan dalam cerita. Baik tokoh ataupun kejadian dalam drama tersebut. Simbiolisme
menyajikan suatu kenyataan, yang di dalamnya tersirat kenyataan lain. Drama
simbolisme cenderung sulit dipahami, karena banyak simbol atau lambang yang
harus dipahami.
Naskah
drama anak “Kerajaan Lebah” terdiri atas 10 tokoh yaitu Raja, Pengawal I,
Pengawal II, Pimpinan, Anak Buah I, Anak Buah II, Anak Buah III, Pekerja I,
Pekerja II, Pekerja III, Dan Pekerja IV. Tokoh-tokoh tersebut dilambangkan sebagai
lebah. Padahal tokoh tersebut jika dianalisis bisa dianggap adalah simbol dari
manusia. Raja lebah, bisa saja adalah pemerintah atau penguasa. Pengawal yakni
bawahan dari penguasa. Perampok dan anak buah melambangkan atasan dan pesuruh,
serta lebah pekerja merupakan buruh. Sedangkan dalam kejadian, ada beberapa hal
yang melambangkan situasi dalam kehidupan.
Hal
ini dapat dilihat dari kejadian pertama, situasi dimana percakapan antara Raja
dan Pengawal.
Pengawal I : Tenanglah Raja! (percakapan 1)
Pengawal
II :Tunggulah satu bulan lagi, pasti
kesengsaraan ini segera berakhir. (percakapan 2)
Dua
percakapan di atas, melambangkan bagaimana seorang bawahan dari penguasa,
mencoba menenangkan atas konflik atau permasalahan yang terjadi.
Selain aliran simbolisme, naskah
drama anak yang menggunakan pilihan kata sederhana ini juga menganut aliran
realisme. Aliran realisme merupakan drama yang menggambarka cerita nyata. Dapat
dikatakan cerita dalam drama adalah cerminan kehidupan nyata. Cerita dijadikan
sebagai aktualisasi kenyataan yang dituangkan dalam karya sastra yang disebut
drama.
Cerita
dalam drama merefleksikan kenyataan. Secara garis besar, naskah drama anak
“Kerajaan Lebah” ini menggambarkan kehidupan masyarakat dalam tingkatan yang
berbeda. Namun satu hal yang menjadi persamaan adalah mereka semua butuh
hiburan atau refreshing dari
rutinitas atau pekerjaan mereka. Berikut percakapan yang menunjukkan hal
tersebut:
Kejadian
I:
Raja : Aku ini yang sudah gila, pengawal! Aku yang perlu
hiburan. . . . (percakapan
8)
Pengawal
II : Bagaimana kalau kita cari hiburan
(percakapan 16)
Kejadian II:
Anak
buah I : Bosan! (percakapan
45)
Anak
buah III : Kami ingin sesuatu yang baru (percakapan
46)
Anak
buah I : Kami memerlukan hal-hal yang
lebih menyenangkan (percakapan 47)
Anak
buah III : Kami butuh hiburan (percakapan
48)
Kejadian III:
Pekerja
I : (bersorak) Yes, kita butuh
hiburan (percakapan 74)
Pekerja
II : Berikan hiburan (percakapan
75)
Pekerja
IV : Hiburan. (percakapan
76)
Hal
ini tentu tak jauh beda dengan kenyataan saat ini. Pekerjaan yang terlalu
berat, kesibukan yang begitu padat sering kali membuat masyarakat lupa akan
kebutuhan psikis mereka. Psikis manusia perlu istirahat dan sejenak refresh dari semua aktivitas
sehari-hari.
Dari data-data dan penjelasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa ada kombinasi aliran simbolisme dan realisme
dalam naskah drama anak “Kerajaan Lebah” karya Aga Shakti Kristian. Novel anak
yang cenderung berkonflik dewasa namun dikemas dalam sajian yang cocok untuk
anak-anak ini menjadi cukup rumit dan menarik. Adanya gambaran cerita yang
nyata yang disajikan dengan simbol atau lambang, dimana perlu pemahaman lebih
dalam tentang simbol-simbol tersebut, meski kata-kata yang digunakan cukup
sederhana.
Daftar
Pustaka:
Angkasa,
Putra Bintang. 2012. Drama Teori dan
Pementasan. Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama
http//lorongteatersubang.blogspot.com/2013/03/aliran-teater-simbolis-surealis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar