Kamis, 13 Maret 2014

KOMBINASI ALIRAN SIMBOLISME DAN REALISME DALAM NASKAH DRAMA ANAK “KERAJAAN LEBAH” KARYA AGA SHAKTI KRISTIAN



Hidayatul Ilmiah
122074044
PB 2012
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Surabaya

          Perkembangan drama dari waktu ke waktu tentu bergantung pada penikmat drama itu sendiri. Drama dahulu tentu tak sama dengan drama saat ini. Perbedaan itu dapat dilihat dari struktur, bahasa, gaya panggung, aliran, dan sebagainya. Berbicara tentang aliran, ada beberapa jenis aliran drama. Menurut Bintang Angkasa Putra dalam bukunya yang berjudul Drama Teori dan Pementasan, ada 9 jenis aliran drama. Berikut penjabaran dari kesembilan jenis aliran tersebut:

1.      Aliran Klasik
Aliran yang tunduk pada aturan-aturan yang bersifat konvensional
2.      Aliran Neo Klasik
Aliran yang berkonsep sebab akibat
3.      Aliran Romantisme
Aliran yang jalan ceritanya bersifat fantastis
4.      Aliran Realisme
Aliran yang menggambarkan cerita bersifat nyata
5.      Aliran Simbolisme
Aliran yang menyajikan cerita tentang adanya kenyataan lain di balik kenyataan yang tampak
6.      Aliran Ekspresionisme
Aliran drama yang lebih menonjolkan faktor kejiwaan para tokoh daripada penggambaran kejadian
7.      Aliran Naturalisme
Aliran yang hampir sama dengan aliran realisme, hanya saja lebih menekankan pada unsur fisik alam
8.      Aliran Eksistensialisme
Aliran yang menekankan pada penggambaran tokoh sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan memiliki kemauan dan kebebasan
9.      Aliran Absurd
Aliran yang menceritakan tentang tidak adanya kebenaran mutlak dalam hidup ini.

Aliran-aliran drama yang telah dipaparkan di atas tentu memiliki ciri atau karakteristik sendiri. Begitu pula dengan naskah drama anak “Kerajaan Lebah” karya Aga Shakti Kristian. Drama yang terbagi menjadi 3 kejadian ini mengisahkan tentang kehidupan di kerajaan lebah. Bagian pertama, menceritakan tentang raja lebah  dan pengawalnya; bagian kedua tentang pemimpin lebah perampok dan anak buahnya; serta bagian terakhir mengenai lebah pekerja. Meskipun konflik yang dituangkan dalam drama ini hanya satu, yakni semua lebah ingin hiburan, namun drama anak yang terdiri dari 76 percakapan ini cukup kreatif. Selain inti percakapan yang menarik, juga dapat ditemukan dua aliran dalam drama ini, yakni aliran simbolisme dan realisme.
            Aliran simbolisme adalah drama yang menggunakan lambang atau simbol. Artinya bahwa drama aliran ini, banyak memakai perumpamaan dalam cerita. Baik tokoh ataupun kejadian dalam drama tersebut. Simbiolisme menyajikan suatu kenyataan, yang di dalamnya tersirat kenyataan lain. Drama simbolisme cenderung sulit dipahami, karena banyak simbol atau lambang yang harus dipahami.
Naskah drama anak “Kerajaan Lebah” terdiri atas 10 tokoh yaitu Raja, Pengawal I, Pengawal II, Pimpinan, Anak Buah I, Anak Buah II, Anak Buah III, Pekerja I, Pekerja II, Pekerja III, Dan Pekerja IV. Tokoh-tokoh tersebut dilambangkan sebagai lebah. Padahal tokoh tersebut jika dianalisis bisa dianggap adalah simbol dari manusia. Raja lebah, bisa saja adalah pemerintah atau penguasa. Pengawal yakni bawahan dari penguasa. Perampok dan anak buah melambangkan atasan dan pesuruh, serta lebah pekerja merupakan buruh. Sedangkan dalam kejadian, ada beberapa hal yang melambangkan situasi dalam kehidupan.
Hal ini dapat dilihat dari kejadian pertama, situasi dimana percakapan antara Raja dan Pengawal.
Pengawal I      : Tenanglah Raja! (percakapan 1)
Pengawal II    :Tunggulah satu bulan lagi, pasti kesengsaraan ini segera berakhir. (percakapan 2)
Dua percakapan di atas, melambangkan bagaimana seorang bawahan dari penguasa, mencoba menenangkan atas konflik atau permasalahan yang terjadi.
            Selain aliran simbolisme, naskah drama anak yang menggunakan pilihan kata sederhana ini juga menganut aliran realisme. Aliran realisme merupakan drama yang menggambarka cerita nyata. Dapat dikatakan cerita dalam drama adalah cerminan kehidupan nyata. Cerita dijadikan sebagai aktualisasi kenyataan yang dituangkan dalam karya sastra yang disebut drama.
Cerita dalam drama merefleksikan kenyataan. Secara garis besar, naskah drama anak “Kerajaan Lebah” ini menggambarkan kehidupan masyarakat dalam tingkatan yang berbeda. Namun satu hal yang menjadi persamaan adalah mereka semua butuh hiburan atau refreshing dari rutinitas atau pekerjaan mereka. Berikut percakapan yang menunjukkan hal tersebut:
Kejadian I:
Raja                             : Aku ini  yang sudah gila, pengawal! Aku yang perlu hiburan.  . . . (percakapan 8)
Pengawal II    : Bagaimana kalau kita cari hiburan (percakapan 16)

Kejadian II:
Anak buah I    : Bosan! (percakapan 45)
Anak buah III  : Kami ingin sesuatu yang baru (percakapan 46)
Anak buah I    : Kami memerlukan hal-hal yang lebih menyenangkan (percakapan 47)
Anak buah III  : Kami butuh hiburan (percakapan 48)

Kejadian III:
Pekerja I         : (bersorak) Yes, kita butuh hiburan (percakapan 74)
Pekerja II        : Berikan hiburan (percakapan 75)
Pekerja IV       : Hiburan. (percakapan 76)
Hal ini tentu tak jauh beda dengan kenyataan saat ini. Pekerjaan yang terlalu berat, kesibukan yang begitu padat sering kali membuat masyarakat lupa akan kebutuhan psikis mereka. Psikis manusia perlu istirahat dan sejenak refresh dari semua aktivitas sehari-hari.
            Dari data-data dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada kombinasi aliran simbolisme dan realisme dalam naskah drama anak “Kerajaan Lebah” karya Aga Shakti Kristian. Novel anak yang cenderung berkonflik dewasa namun dikemas dalam sajian yang cocok untuk anak-anak ini menjadi cukup rumit dan menarik. Adanya gambaran cerita yang nyata yang disajikan dengan simbol atau lambang, dimana perlu pemahaman lebih dalam tentang simbol-simbol tersebut, meski kata-kata yang digunakan cukup sederhana.

Daftar Pustaka:
Angkasa, Putra Bintang. 2012. Drama Teori dan Pementasan. Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama
http//lorongteatersubang.blogspot.com/2013/03/aliran-teater-simbolis-surealis.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar